Rabu, 06 Maret 2013

Pengaruh Fanatisme Berbahasa Daerah dalam Transasksi Jual Beli di Pasar Bhineka Surabaya pada Kajian Sosiolinguistik


Diskriminasi merupakan dampak dari perbuatan ataupun perkataan yang kurang seimbang sehingga dapat menimbulkan ketidakserataan dalam penggunaan bahasa. Faktor lain dari penyebab diskriminasi adalah fanatisme berbahasa daerah terhadap penggunaan Bahasa Indonesia. Sering kita jumpai fanatisme berbahasa daerah ini pada berbagai kegiatan di masyarakat terutama pada transaksi jual beli di masyarakat Jawa Timur terutama di Surabaya. Salah satu sample data yang saya perolaeh adalah dari “Toko Rejeki Baru” di pasar bhineka kelurahan Bulak Banteng kecamatan Kenjeran Surabaya yang ketika terjadi komunikasi antara penjual dan pembeli yang menggunakan bahasa Indonesia dan yang menggunakan bahasa daerah dapat terlihat perbedaan yang sangat menonjol. Hal ini bisa dilihat dari percakapan berikut:

Percakapan I
A: Pak Sepatu sepasangnya berapa Pak?
B: Tiga lima mas!
A: Kalau dua puluh bagaimana pak?
B:Ya tidak dapat mas! Tambahin dikit lah!
A:Kalau dua puluh lima bagaimana?
B:Tambahin dua ribu mas!
A: Ya sudah pak, saya mau beli yang ini!

Percakapan II
A: Sepatu niki pinten Pak? (sepatu ini berapa Pak?)
B: Tigang doso sekawan ewu Bu! (tiga puluh ribu Bu!)
A: Mboten angsal kirang ta Pak! (tidak boleh kurang Pak?)
B: Ngge kedhik mawon Bu! (ya, sedikit saja Bu!)
A: Selangkung ngge Pak? (dua puluh lima ya Bu?)
B: Mothen angsal Bu! (Belum boleh Bu!)
A: Selangkung! (dua puluh lima)
B: Nggeh pun! (ya sudah!)

Oleh: Alfian Arif Bintara/Angkatan 2009
Dari dua percakapan tersebut merupakan tansakasi jual-beli yang diperoleh dari toko sepatu di pasar Bhineka Bulak Banteng Kecamatan Kenjeran Surabaya. Salah satu pembeli menggunakan bahasa Indonesia dan yang satunya menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi transaksi jual-belinya. Dan pada percakapan pertama si pembeli yang menggunakan bahasa Indonesia mendapatkan sepatu yang lebih mahal atau selisih dua ribu dibandingkan pembeli yang menggunakan bahasa Jawa pada percakapan kedua, dan ternyata fanatisme berbahasa daerah sangat mendukung akan diskriminasi tersebut. Dan hal ini seolah-olah menjadi sesuatu yang menakutkan bagi bahasa Indonesia yang melakukan transaksi jual beli di daerah ini, dari kedua percakapan tersebut bisa disimpulkan bahwa diskriminasi bahasa telah disebabkan oleh fanatisme bahasa daerah yang telah dibuktikan melalui sample transaksi jual beli tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar