Selasa, 05 Februari 2013

STRES MACET DENGERIN LAGU KRONCONG


Oleh : Basuki Zulkurnain. N

Kemacetan yang selalu menjadi momok di jam berangkat kerja dan jam sibuk. Surabaya adalah kota kedua di indonesia yang mengalami kemacetan parah setelah kota megapolitan Jakarta. Efek dari kemacetan tersebut menyebabkan pikiran orang menjadi strez, emosi, saling maki dan membunyukan klakson dengan panjang.

      "Kejiwaan, faktor kejiwaan sangat berpengaruh di dalam lingkungan masyarakat baik lingkungan kerja maupun di lingkungan pendidikan, contoh: agen masyarakat dan lingkungan akademik. Faktor kejiwaan akan berubah apabila di latarbelakangi  dengan rasa ketidak puasan terhadap sesuatu yang sedang dilakukan. Seperti contoh kemacetan lalu lintas di ibukota jakarta yang semakin hari semakin tidak jelas kepadatan nya. Adanya timbul rasa jenuh dan tingkatan stess yang mulai memuncak apabila terjebak padat nya lalu lintas. Masyarakat mulai resah dan gelisah karena perkembangan jalanan di ibukota selalu jalan ditempat dan tak ada perubahan yang berarti".


 tanpa di dasari oleh kita bahwasannya ketika terjebak dalam kemacetan selama 2 jam dan jika kita kalkulasikan 1 tahun kita 1 bulan menikmatiti hidup di jalan. Saya sedikit berfikir adakah hiburan di keramaian dan lautan emosi, dan saya berfikir di jalan Achmad Yani surabaya ini di beri sound sistem dan di putarkan lagu Kroncong. Kenapa lagu keroncong? Karena menurutsaya alunan gitar kencrung dan uku lele. Membuat nuansa dan tenangkan fikiran. Jadi tak ada lagi emosi suara klakson dan makian yang ada hanya alunan keroncong dan sinden.

Senin, 04 Februari 2013

Puisi 2013






Oleh: Masrifa Analia/ Alumnus
Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia
Selembar Daun yang menangis---------------

Tundukku bukan malu, hujan.
Aku tunduk sebab kehilangan madu.
Kisah rumit dan lega tempo dulu,
Telah lahir dalam darahku.

Diamku bukan marah, hujan.
Aku diam sebab kehilangan sukma.
Kenangan indah dan buta masa lalu,
Telah mengikat jiwaku.


Acuhku bukan kecewa, hujan.
Aku acuh sebab kehilangan gairah.
Sungguh, tiada yang kusesalkan karenamu, hujan.

Aku, selembar daun yang menangis,
Aku hanya selembar daun yang menangis, hujan.

Aku menangis bukan sebab tubuh yang luka,
Tangisku sebab takdir, hujan.
Takdirku yang gugur oleh elokmu, hujan.

Lepas darahku,
Lepas jiwaku,
Lepas kisahku.
Sebab takdirku, bukan pilihanku.


Ku ucap pisah pada daun-daun,
Pada ranting-ranting,
Pada akar-akar,
Pada matahari yang setia hangatkanku.

Ketika entah ku dimana,
Kutitipkan rindu padamu, hujan.




25 Januari 2013
20:22